E X P I R E
by lalisa nathani
“Kita nggak pernah punya awal dan akhir. Jadi, berhenti seakan-akan itu ada.”
***
Kafe Trestria, pukul 15.27
Diammu masih terjaga, entah aku yang tidak peka atau memang kamu tidak ingin bicara. Sedari tadi pandanganmu masih belum berpindah dari jendela. Menatap kosong keluar sana. Dua cangkir cokelat panas di atas meja kini mulai mendingin, sedangkan hujan di luar sana semakin deras.
“Ehmm..” Aku berdeham, berharap kamu mendengar, seraya merapatkan coat yang aku pakai.
Tidak ada jawaban dari kamu. Hanya lirikan dari ekor matamu sekilas, tanpa menoleh.
“Susu cokelat kamu dingin, tuh.” Aku membuka percakapan, setelah keheningan panjang sejak awal aku dan kamu bertemu di sini.
Di sini. Hanya aku dan kamu. Berdua. Terjebak hujan. Terjerat kenangan. Kamu memang membisu, tapi aku tahu kamu pun teringat kenangan masa lalu itu. Aku tahu kamu pun tahu. Kita selalu terikat oleh atmosfir yang kita bentuk sendiri. Yang menyiksa. Aku tahu. Dan kamu pura-pura.
“Aku nggak mau. Buat kamu aja.” Kamu menjawab, tanpa menoleh. Matamu bergerak liar ke luar sana, entah sedang memandang, atau mencari.
Aku mendesah pelan. Tidak nyaman berada dalam situasi ini terlalu lama. Kafe ini selalu hangat setiap musim dingin datang, tapi aku rasa kali ini berbeda. Di luar maupun di dalam, sama saja. Dingin.
“Aku mohon jangan diemin aku kayak gini.” Aku meraba-raba gelas cokelat panas di hadapanku dengan resah.
“Itu salah kamu sendiri. Aku nggak pernah menginginkan pertemuan seperti ini, Karel Lazuardi.” Kamu kini menoleh, memandang tepat ke arah manik mataku dengan tajam. Kamu meraih gelas cokelat panas di hadapanmu dan menenggaknya dengan cepat, lalu meletakannya kembali di meja dengan kasar.
“Kamu jawab aku. Dan aku nggak akan nemuin kamu lagi.”
“Semuanya udah selesai. Nggak ada yang perlu di jelasin lagi.”
“Kaylaa…”
“Berhenti ngejar-ngejar aku lagi.”
“Kasih alasan buat aku.”
“Kita nggak pernah punya awal dan akhir. Jadi, berhenti seakan-akan itu ada.”
“Kamu bilang cokelat panas kamu buat aku, tapi kenapa kamu abisin?”
“Bodo amat.”
Kamu menunduk, memainkan jari-jarimu di atas meja. Lalu mengalihkan pandanganmu keluar jendela lagi. Sekilas, kulihat kamu tersenyum hambar dan menatap nanar keluar sana.
“Kalau kita nggak pernah punya awal dan akhir, kenapa kita nggak coba membuat awal?” “Dan nggak pernah mengakhirinya.”
“Karena aku nggak mau.”
“Hm?”
“Berhenti bertindak bodoh dengan mengulangi kesalahan yang sama, Karel.”
Aku masih menatapmu, sama, seperti sejak awal. Kamu menghembuskan napas dengan berat seraya menopang dagu dengan tangan kiri. Tentu saja, pandanganmu tidak lepas dari luar jendela.
“Aku rindu, tapi enggan.”
Hujan di luar sana tidak sederas tadi. Perlahan-lahan mulai berhenti. Cokelat panas di gelasku dan gelasmu pun telah raib. Aku rasa, ini benar-benar akan segera berakhir.
“Kaylaa…”
“Karel, aku masih mau jadi teman buat kamu. Tapi jangan kayak gini. Ini salah.” Kamu memasukkan tangan ke dalam saku, dan merapatkan coat cokelatmu.
“Aku nggak ngerti maksud kamu.”
Kamu berdiri. “Aku pergi.”
Dan selesai. Begitu saja. Semua yang telah terjadi, kini berakhir. Entah aku dan kamu akan memulainya lagi menjadi seorang teman, seperti katamu, atau tidak sama sekali.
FIN
aku nggak tau ini nulis apaan wkwkwk, gajelas banget elah, w sendiri nggak ngerti XD btw, cerita ini di buat dan di publish pada bulan Juli 2017. Aku publish di blog art-work aku di tumblr. Eh tapi tumblr nya nggak bisa dibuka gais, katanya di blokir gitu. Akhirnya aku pindah lapak deh ke wordpress. So, silahkan main-main ke lavenderby.wordpress.com kalau kamu lagi bosen atau emang sengaja iseng baca karya-karya aku yang nggak jelas.
btw, cerita ini aku upload ulang dengan beberapa pengeditan, salah satunya adalah gaya bahasa. gitu. sekian, terima kasih~
Keren, Lis // Btw, yang si aku siapa ya? :' /bacasatukalisaja/ :" hehe
ReplyDeletemakasih kak XD si aku ituu, laki-laki kak.-.
Delete